Pada prinsipnya, setiap pemberangkatan jemaah umrah tidak mengenal istilah ketua kelompok terbang (kloter). Berbeda dengan pelaksanaan haji yang dilakukan dalam satu masa.
Untuk haji, semua sektor digarap secara serius dan ada tupoksinya. Sedangkan perjalanan umrah, tidak ada ketua kloter. Yang ada hanyalah ketua rombongan atau koordinator jemaah umrah.
Tugas koordinator atau ketua rombongan tidak rumit dalam prakteknya. Tugas ketua rombongan sangat praktis dan mudah.
Mereka yang bertugas sebagai penanggungjawab ditunjuk langsung oleh masing-masing biro travelnya.
Petugas bisa berasal dari perusahaan yang bersangkutan atau dari luar perusahaan penyelenggara.
Meski tugas ketua rombongan mengawasi, mengontrol, menjaga, dan mengayomi keperluan jemaah selama proses perjalanan dan pemulangan, pekerjaannya harus dilandasi kesabaran dan ketelitian.
Dari pengalaman saya, saat umrah pertama kali Juni 2011 lalu, tugas saya harus pro aktif. Seperti mengecek daftar jemaah umrah.
Pengecekan ini harus dilakukan secara kontinyu. Di antaranya mengecek jemaah setibanya di pelabuhan laut atau di bandar udara.
Selain itu, pengecekan terhadap barang-barang bawaan jemaah dan mengecek kondisi kesehatan lahiriah.
Selama di pelabuhan atau bandar udara misalnya, tugas saya memanggil nama-nama calon jemaah umrah (absensi).
Kala itu, saya datang paling awal di pelabuhan laut. Sekitar satu setengah jam sebelum rombongan saya tiba, saya lebih dulu berada di pelabuhan.
Kebetulan waktu itu saya berangkat umrah melalui biro travel Nettour Batam. Perjalanan dimulai dari pelabuhan feri internasional Batam Center.
Saya tiba di pelabuhan sekitar pukul 13.00 WIB. Kebetulan pesawat Saudi Arabian Airlines (SAA) dari Bandara Changi, Singapura, berangkat pukul 00.00 waktu setempat.
Saya selaku koordinator yang memimpin 17 jemaah tiba di pelabuhan pukul 13.00 WIB. Setelah saya cek daftar jemaah, kami berangkat bersama-sama pukul 15.00 WIB.
Saya memberikan toleransi waktu selama sejam selama di pelabuhan untuk menunggu jemaah lain tiba di lokasi.
Mengingat, masing-masing jemaah memiliki kebiasaan yang unik, yakni tidak tepat waktu (molor). Selain itu, di Provinsi Kepulauan Riau, terdiri dari ratusan pulau-pulau.
Mereka yang datang dari pulau di luar Batam tentunya membutuhkan toleransi waktu yang cukup lama. Alhamdulillah, meski ada yang terlambat datang, mereka tidak tertinggal kapal feri.
Selama berkumpul di pelabuhan, saya memberikan arahan dan pengumuman mengenai jadwal penerbangan, salat, makan, istirahat, dan informasi penting lainnya.
Umumnya keberangkatan pukul 00.00 waktu Singapore, minimal lima jam sebelum pesawat tinggal landas, jemaah harus sudah berada di bandara.
Paling tidak sekitar lima sampai enam jam sebelum pemberangkatan, kami harus siap di bandara. Pertama, ada perbedaan waktu antara Indonesia dengan Singapura.
Di Singapura satu jam lebih maju. Misalnya di Batam pukul 13.00 WIB, di Singapura sudah pukul 14.00. Kedua, dari pelabuhan feri Harbour Front, Singapore, menuju Bandara Changi dibutuhkan waktu sekitar 50 menit menaiki bus.
Tentunya, waktu harus dihemat sebaik mungkin. Terlebih jika sampai di Harbour Front dan pemeriksaan Imigrasi. Selama proses Imigrasi sedikitnya membutuhkan waktu 50 menit untuk antre.
Bahkan jika antrean penuh, untuk mendapatkan cap paspor harus mengantre lebih dari satu jam. Sabar dan ikhlas menjadi dasar utama melewati proses ini. Jika tidak sabar, biasanya langsung menggerutu.
Sehingga pahala dan kekhusyukan kita berkurang. Selama di dalam kapal feri, saya membagikan kartu kedatangan untuk masuk ke negara Singapore. (Kisah Umrah Bagian Kedua)
Senin, 07 Juli 2014
- Blogger Comments
- Facebook Comments
Item Reviewed: Sabar Kunci Keberhasilan Menunaikan Umrah 2
Description: Pada prinsipnya, setiap pemberangkatan jemaah umrah tidak mengenal istilah ketua kelompok terbang (kloter). Berbeda dengan pelaksanaan haji yang dilakukan dalam satu masa.
Untuk haji, semua sektor digarap secara serius dan ada tupoksinya. Sedangkan perjalanan umrah, tidak ada ketua kloter. Yang ada hanyalah ketua rombongan atau koordinator jemaah umrah.
Tugas koordinator atau ketua rombongan tidak rumit dalam prakteknya. Tugas ketua rombongan sangat praktis dan mudah.
Mereka yang bertugas sebagai penanggungjawab ditunjuk langsung oleh masing-masing biro travelnya.
Petugas bisa berasal dari perusahaan yang bersangkutan atau dari luar perusahaan penyelenggara.
Meski tugas ketua rombongan mengawasi, mengontrol, menjaga, dan mengayomi keperluan jemaah selama proses perjalanan dan pemulangan, pekerjaannya harus dilandasi kesabaran dan ketelitian.
Dari pengalaman saya, saat umrah pertama kali Juni 2011 lalu, tugas saya harus pro aktif. Seperti mengecek daftar jemaah umrah.
Pengecekan ini harus dilakukan secara kontinyu. Di antaranya mengecek jemaah setibanya di pelabuhan laut atau di bandar udara.
Selain itu, pengecekan terhadap barang-barang bawaan jemaah dan mengecek kondisi kesehatan lahiriah.
Selama di pelabuhan atau bandar udara misalnya, tugas saya memanggil nama-nama calon jemaah umrah (absensi).
Kala itu, saya datang paling awal di pelabuhan laut. Sekitar satu setengah jam sebelum rombongan saya tiba, saya lebih dulu berada di pelabuhan.
Kebetulan waktu itu saya berangkat umrah melalui biro travel Nettour Batam. Perjalanan dimulai dari pelabuhan feri internasional Batam Center.
Saya tiba di pelabuhan sekitar pukul 13.00 WIB. Kebetulan pesawat Saudi Arabian Airlines (SAA) dari Bandara Changi, Singapura, berangkat pukul 00.00 waktu setempat.
Saya selaku koordinator yang memimpin 17 jemaah tiba di pelabuhan pukul 13.00 WIB. Setelah saya cek daftar jemaah, kami berangkat bersama-sama pukul 15.00 WIB.
Saya memberikan toleransi waktu selama sejam selama di pelabuhan untuk menunggu jemaah lain tiba di lokasi.
Mengingat, masing-masing jemaah memiliki kebiasaan yang unik, yakni tidak tepat waktu (molor). Selain itu, di Provinsi Kepulauan Riau, terdiri dari ratusan pulau-pulau.
Mereka yang datang dari pulau di luar Batam tentunya membutuhkan toleransi waktu yang cukup lama. Alhamdulillah, meski ada yang terlambat datang, mereka tidak tertinggal kapal feri.
Selama berkumpul di pelabuhan, saya memberikan arahan dan pengumuman mengenai jadwal penerbangan, salat, makan, istirahat, dan informasi penting lainnya.
Umumnya keberangkatan pukul 00.00 waktu Singapore, minimal lima jam sebelum pesawat tinggal landas, jemaah harus sudah berada di bandara.
Paling tidak sekitar lima sampai enam jam sebelum pemberangkatan, kami harus siap di bandara. Pertama, ada perbedaan waktu antara Indonesia dengan Singapura.
Di Singapura satu jam lebih maju. Misalnya di Batam pukul 13.00 WIB, di Singapura sudah pukul 14.00. Kedua, dari pelabuhan feri Harbour Front, Singapore, menuju Bandara Changi dibutuhkan waktu sekitar 50 menit menaiki bus.
Tentunya, waktu harus dihemat sebaik mungkin. Terlebih jika sampai di Harbour Front dan pemeriksaan Imigrasi. Selama proses Imigrasi sedikitnya membutuhkan waktu 50 menit untuk antre.
Bahkan jika antrean penuh, untuk mendapatkan cap paspor harus mengantre lebih dari satu jam. Sabar dan ikhlas menjadi dasar utama melewati proses ini. Jika tidak sabar, biasanya langsung menggerutu.
Sehingga pahala dan kekhusyukan kita berkurang. Selama di dalam kapal feri, saya membagikan kartu kedatangan untuk masuk ke negara Singapore. (Kisah Umrah Bagian Kedua)
Rating: 5
Reviewed By: Bengkel Manusia Indonesia